Sitdown Comedy: Revolusi Ekonomi Terletak di Pantat Kita (part 2 of 2)

Potensi sebagai Penggerak Industri Kreatif Yang Sehat

Salah satu industri kreatif yang marak belakangan ini adalah wisata kuliner. Anda tentu tahu dan mudah mengamatinya dalam kehidupan sehari-sehari.

Kita mengalami beberapa tahun terakhir dibanjiri munculnya beragam makanan yang karena aspek promosi dipasarkan dengan beragam keunikan-keunikan, mulai dari yang benar unik sampai yang absurd. Mulai dari penggunaan bahan yang baru, sampai penggunaan nama yang ajaib. Bakso setan, atau Tahu Jeletot menjadi varian-varian baru yang membombardir dunia santap menyantap kita sehari-hari.

Tidak ketinggalan fenomena ini juga diikuti dengan booming acara-acara wisata kuliner. Menjadi bagian dari keseharian kita untuk memirsa media informasi yang penuh dengan tayangan-tayangan bapak-bapak merem melek saat menyantap makanan (yang sudah barang tentu tidak murah), bergumam mak nyus, mak endang atau mak-mak yang lain, sementara kita menonton mungkin hanya dengan semangkuk mie instan yang dihidangkan dengan topping ala kadarnya.

Hampir semua stasiun televisi menghadirkan varian acara kuliner yang sejenis. Kalau bukan jalan-jalan sambil makan, ya acara memasak yang membagikan tips-tips memasak bahan-bahan makanan yang umumnya tidak pernah mampir di dapur rumah-rumah tangga rakyat yang hidup sederhana.

Persoalannya, satu hal yang kurang diperhatikan industri ini adalah soal kesehatan masyarakat.

Begitu banyak varian makanan baru berusaha diciptakan. Entah sehat atau tidak bagi yang menyantap itu bukan perkara yang dimasukkan dalam daftar pertimbangan. Yang utama adalah rasa makanannya enak, tidak mudah ditemukan di sembarang tempat, dan dikemas dalam artifisial kosmetik yang cantik.

Nah, bisa kita bayangkan. Bila taek menjadi alat tukar, pola-pola yang demikian lambat laun akan ditinggalkan orang. Kita akan lebih berpikir pada esensi.

“Makan apa kek jadinya toh taik-taik juga.”

Bapak-bapak setengah botak yang boro-boro ganteng itu akan pensiun dari televisi anda. Atau kalaupun dia kekeuh melanjutkan acaranya paling tidak ia akan dituntut untuk memperlihatkan bukan hanya acara menyantapnya tapi juga acara mengeluarkan hasil santapannya.

“Nah pemirsa, tadi kita sudah coba Soto Bu Gendeng yang maknyus endang bambang tadi. Mari sekarang kita lihat apakah hasilnya juga cukup yudoyono..”

“Sebentar pemirsa. Saya ngeden dulu..”

eNgggghh… ngggggg… Plung!

“Ya ternyata hasilnya juga cukup mak crot pemirsa..”

Nah, hal yang lebih penting bagi masyarakat adalah karena yang utama dari wisata makanan justru adalah taiknya, maka aspek kesehatan pun akan lebih menjadi pertimbangan populer dalam industri wisata kuliner.

Kita akan terpacu untuk menciptakan tips-tips yang lebih praktis dan lebih tepat sasaran, seperti:

-Tips memasak makanan agar berak anda lancar.

atau

– Tips memasak hidangan untuk mencegah taik lengket.

Menarik bukan?

Share :

Twitter
Telegram
WhatsApp