Pemimpin baru biasanya kerap hadirkan harapan baru. Ya, harapan, karena yang merealisasikannya tetap kita; rakyat jelata. Rakyat yang masih mengidamkan seorang yang mampu memimpin, bukan merintah (baca: pemerintah, orang yang suka merintah) sahaja.
Kota Bogor, dengan Walikota terpilihnya, sudah membawa angin segar bagi warganya yang mendamba kotanya dapat dipimpin dengan benar. Selain masih muda, namun pandangannya ke depan sudah bisa terlihat nyata. Blusukan yang kini sedang menjadi tren bagi calon-calon pemimpin, Ia sudah lakukan jauh hari dengan membangun Paguyuban Bogor.
Walaupun sampai sekarang belum waktunya Ia dilantik, tapi dengan mendatangi satu demi satu kegiatan di Bogor, ialah caranya memperkenalkan diri lebih dekat dengan masyarakat. Dengan silaturahmi supaya Ia bisa menjalin harmoni untuk membangun Kota Bogor ini.
Saya sendiri tidak terlalu dekat dan kenal dengan Beliau, tapi bertemu dengannya sekali di Malam puisi; acara yang tak lebih bagus dari perayaan 17an, saya percaya bahwa Kota ini akan jauh lebih baik bila dipimpinnya. Bisa membaurkan diri, tanpa dikawal pengamanan yang malah membuat rakyatnya tidak nyaman.
Komunitas Bogor dan Segala Agendanya
Di awal tahun 2014, entah siapa yang mengawalinya, di social media; twitter khususnya, bermunculan akun-akun yang mengatas-namakan Bogor. Dari sekedar menginfokan jalan sampai makanan, semua diberitakan. Mungkin saya yang baru tahu keberadaan mereka, atau mereka yang baru sadar keberadaan sosial media yang mampu menginfokan suatu hal dengan cepat dan tepat. Kicauannya lebih berisik daripada tukang baskom keliling kampung di tengah siang yang terik. Tapi, saya suka, itu bukti bahwa mereka sudah mulai mencintai dengan peduli terhadap kotanya sendiri.
Kopdar antar komunitas kian digencarkan. Komunitas stand-up comedy pun ikut menbaur di dalam. Saya sendiri kurang paham kenapa stand-up comedy musti ikut serta di sana, yang jelas, kalau ingin bersama membangun, ya, sama-sama mendukung.
Kegiatan ini sudah direncanakan. Persiapan sudah mulai dimatangkan. Tapi, tidak tahu kapan dimulainya. Belum terlihat di permukaan. Mungkin saya menduga, mereka (baca: semua komunitas) masih menunggu tongkat kepemimpinan beralih ke pemimpin terpilih sekarang. Seperti menunggu janji yang belum ditepati.
Stand-up Comedy dan Manfaat Lainnya
Melihat kasus bedah buku Tan Malaka yang sempat diserang dan dilarang oleh ormas, seakan itu menjadi contoh, bahwa bangsa ini belum bisa menerima kebebasan dalam berpendapat. Padahal, tidak jauh beda dengan stand-up comedy; sama-sama mengeluarkan pendapat dan menanamkan asumsi kepada khalayak. Namun, kenapa bedah buku Tan Malaka sampai dilarang sedangkan stand-up comedy tidak?
Seperti yang diungkapkan I Dewa Putu Wijaya dalam bukunya Kartun, bahwa humor/segala hal yang menghibur memiliki peranan sangat sentral bagi kehidupan manusia, yakni sebagai sarana pendidikan dalam rangka peningkatan hidup. Dan, tidak kalah pentingnya sebagai pembangunan dan menyampaikan kritik beserta saran terhadap aneka bentuk kepentingan sosial juga problematika yang dihadapi masyarakat.
Jadi, jelas kalau bedah buku Tan Malaka sempat dikecam, karena Tan Malaka bukanlah pelawak, Ia pemberontak.
Ketika kita sandarkan kasus demikian dengan segala agenda Komunitas di Bogor tadi, maka semakin jelas kenapa komunitas stand-up comedy bisa ikut terlibat di dalamnya. Selain yang berpengaruh dalam hal membangun masyarakat, komunitas stand-up comedy di Bogor memiliki massa yang kuat dalam menggerakan (baca: jumlah followers @StandUpIndo_BGR).
Komunitas stand-up comedy di Bogor, kini tengah malakukannya lewat event bulan ini: #OpenMicBGRtur, di mana berkeliling dari satu cafe ke cafe lainnya. Mendatangi masyarakat langsung, seperti blusukan, ketika mereka sedang santai atau duduk-duduk menikmati kenangan.
Perpustakaan Teras Baca, 17 Februari 2014
gambar: dari link ini