by: Denny Baonk
Beberapa hari lalu saya membaca pernyataan dukungan salah satu tokoh masyarakat yang sempat nyapres lewat jalur konvensi salah satu partai.
Ada sebaris kata-kata yang beberapa hari kemudian begitu mencekam pikiran saya.
“Jangan diam dan jangan mendiamkan.
Bantu orang baik.”
Bantu orang baik ini saya kira tentu maksudnya agar si orang baik bisa mencapai atau menyebarkan lebih banyak kebaikan.
Karena dalam praktek yang umum kita tahu, orang baik tidak perlu dibantu. Tidak lazim kita ngotot membantu, jika bertemu teman dan menanyakan kabar lalu ia memberikan jawaban, “Gue baik-baik aja..”
“Jangan diam dan jangan mendiamkan.”
Kata-kata ini indah. Dan jika anda sudah membaca rilis pernyataan itu secara lengkap anda pasti akan mudah bersepakat. Pernyataan itu ditulis dalam bahasa yang levelnya bukan lagi “berpendidikan” tapi sudah sampai selevel “berijazah.”
Karena membaca itu saya jadi mulai memperhatikan visi misi dan program dari kedua capres. Mulai berpikir, “Siapa tahu ada yang bisa saya bantu.”
Satu sektor yang kuat menjadi fokus perhatian saya adalah konsep, visi dan misi kedua capres kita di sektor ekonomi.
Kenapa ekonomi dan bukan soal Ideologi, Politik, Sosial, Budaya atau Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan lain-lainnya?
Karena kita tahu, karena dalam konteks negara, ekonomi itu seperti teh dalam botol. Apapun sektornya, ekonomi yang akan menjadi pelengkapnya.
Dan cukup tepat rupanya pilihan fokus itu. Karena membaca konsep, visi dan misi ekonomi terlihat kedua capres masih berkutat dan berputar-putar dalam konsep visi misi yang mengusung jargon2 lama.
Ekonomi kerakyatan, Kedaulatan ekonomi, kemandirian ekonomi, dan sejenisnya. Pokoknya konsep-konsep yang bahkan sejak jaman indonesia baru belajar berdiri sudah digaungkan. Dan secara praktek kita tahu, hampir 70 tahun usia negara ini berdiri konsep-konsep itu tidak pernah terealisasi.
Di titik ini saya bahagia. Karena saya rasanya bisa membantu kedua capres menyusun satu konsep pemikiran yang revolusioner dalam perombakan sistem ekonomi kita.
Idenya adalah bagaimana menciptakan perubahan yang mendasar dari sistem ekonomi kita supaya jargon-jargon yang indah itu benar bisa kita realisasikan.
Sorry, ini agak berat mungkin.
Tapi ndak perlu kuatir.
Karena saya akan membahasnya dalam bahasa yang paling mudah dicerna. Sehingga anda yang ngga ngerti ekonomi makro dan mikro saya yakin akan tetap bisa memahami konsep yang saya pikirkan.
Kita mulai dari hal yang paling mendasar dalam sistem ekonomi kita, yaitu posisi benda bernama uang sebagai alat tukar.
Kenapa uang? Ya. Tidak lain karena sistem ekonomi kita berbasis pada uang sebagai sarana utama berlangsungnya kegiatan ekonomi. Nanti akan lebih jelas mengapa faktor ini menjadi penting dalam konsep revolusi ekonomi.
Kita kilas balik sedikit untuk memahami lebih jelas mengenai uang sebagai alat tukar.
Jaman dulu orang tidak menggunakan uang. Orang bertransaksi ekonomi dengan pola barter. Barang ditukar barang. Kain dengan garam misalnya. Atau kopi dengan daging.
Prinsipnya, transaksi terjadi ketika dua pihak memiliki barang yang justru dibutuhkan oleh lawan transaksinya. Yang punya kain butuh garam dan yang punya garam butuh kain.
Beratus-ratus tahun, ekonomi manusia berjalan dalam pola transaksional seperti itu.
Perubahan kemudian terjadi seiring munculnya komoditi yang begitu diminati dan dibutuhkan banyak orang.
Garam tadi misalnya. Semua orang dari manapun ketika mulai terbudaya memasak makanan dengan garam akhirnya jadi membutuhkan garam. Demand atau permintaan terhadap garam menjadi tinggi. Garam menjadi benda yang punya nilai tukar paling berharga.
Fenomena garam ini mengubah drastis pola pikir manusia dalam bertransaksi ekonomi. Karena fenomena ini yang kemudian menuntun manusia untuk sampai pada kesadaran, “ternyata bisa ya, satu benda menjadi alat tukar yang berlaku universal…”
Jika sebelumnya orang yang punya kopi dan membutuhkan daging, maka ia harus mencari orang yang memiliki daging dan membutuhkan kopi. Harus match kedua kepemilikan dan kebutuhan barulah transaksi bisa terjadi. Repot dan susah. Mau dagang aja kayak nyari jodoh.
Untunglah kemudian muncul garam menjadi alat tukar universal. Orang yang punya kopi cukup menukarkan kopinya dengan garam. Dengan memiliki garam, ia yakin akan mudah menukar garamnya dengan daging.
Mengapa? Ya karena ia yakin akan secara umum pemilik daging pasti membutuhkan garam.
Garam, Emas, Perak antara lain tiga contoh benda yang karena diminati dan dibutuhkan secara umum, kemudian menjadi benda-benda “berharga” dengan fungsi “alat tukar universal.” Dan inilah sebenarnya cikal bakal kesadaran manusia untuk menciptakan “uang” sebagai alat tukar universal yang praktis.
Tapi kita belum sampai ke soal uang. Kita lihat dulu bagaimana efek garam atau emas sebagai alat tukar universal.