Ketika Stand-up comedy semakin gagah mengibarkan bendera, biasanya akan berbanding lurus dengan ekspetasi orang-orang bahwa tertawa adalah menu utama. Namun, Ernest Prakasa tidak hanya menyajikan itu, dengan pandangan-pandangannya yang tak diduga sebelumnya tentang orang China di Nusantara sampai pendidikan seks, politik, dan kelucuan masa kecil –yang lucu bila kembali diingat dan mengelitik. Ia mampu menjadi teman yang baik; yang mengingatkan bahwa komedi mampu mengupas semua tanpa ada yang merasa dihina.
Saya jadi ingat (tapi, lupa kapan tepatnya) ketika Pange dan beberapa temannya mencoba materi di open mic Marley’s Cafe. Saat itu hanya ada beberapa orang saja -yang mungkin di sana untuk sekedar minum-minun atau santai. Pun, lebih banyak yang ingin mencoba materi daripada yang menontonnya. Mungkin bagi komika, kalau hanya ditonton oleh sedikit penonton dan beberapa Komika, malah tidak ada gregetnya untuk mencoba. Untuk itu, saya sepakat dengan Jui Purwoto, bahwa tawa penonton adalah nafas kita (baca: Komika) di panggung. Namun, setelahnya, dari segelintir orang tadi yang mungkin hanya ingin minum-minum dan santai saja malah jadi mendengarkan Pange dan teman-temannya yang open mic. Mereka puas. Terhibur. Tidak menyangka akan mendapat banyak hal-hal baru, hal-hal yang tak sebelumnya terpikirkan namun, sering ditemukan.
Sebenarnya bukan soal seberapa banyak orang yang akan menonton kita (stand-up), tapi seberapa kita bisa mengapresiasi dan menghibur orang yang tengah menonton kita. Itulah yang terjadi di #illucinatiBGR. Sekitar 250-an orang yang datang. Semua performer mampu menghibur dari awal sampai akhir pertunjukan.
Ridwan dan Fazar Warmit membuka #illucinatiBGR. Mereka hebat. Saya kagum pada keduanya. Dalam Stand-up komedi, tugas opener adalah mencairkan suasana, tapi kedua orang ini melakukannya maksimal,dengan LPM yang padat dan materi yang singkat, tidak hanya mencairkan suasana tapi juga mampu membuat penonton seakan lupa bahwa banyak yang telah mereka keluarkan untuk acara ini. Dari harga tiket; yang menurut saya sangat mahal untuk hitungan pertunjukan Stand-up Comedy di Bogor, walau warga Bogor tidak terlalu kere, tapi cost yang mesti Ia keluarkan dari 50ribu atau 75ribu, bahkan VIP 100ribu. Di Bogor, itu bisa digunakan untuk membeli tas-tas murah, tapi kece. Belakangan saya dengar, ini adalah pertujukan stand-up comedy termahal di Bogor.
KuncirSV dan Arie Kriting. Mereka mengagumkan. Di sana saya melihat Indonesia dalam satu panggung. Logat dan bahasa yang sulit saya mengerti adalah tantangan Ernest Prakasa supaya lebih mewarnai Tour Stand-up keduanya dan jadi malah menantang Komika-komika yang dibawanya. Membuat orang tertawa itu sulit, apalagi dengan logat yang berbeda antara penampil dengan penonton. Saya pikir, ini akan menjadi pembelajaran bagi Komikanya, Komunitas tempat menaungnya, dan Komika-komika lainnya yang ingin seperti Ernest; melakukan Tour Stand-up Comedy.
Ernest Prakasa, seperti yang saya bahas di atas, Ia adalah teman yang baik. Saya tidak dekat dengannya, tapi mendengar Ia stand-up, saya serasa bisa lebih dekat dengannya. “Dalam taufan revolusioner kamu akan belajar mengenai massa Indonesia dalam kemampuan dan kekurangannya, dalam kekuatan dan kelemahannya. Di sana kamu akan mendapatkan kesempatan menggunakan kemampuan dan moral intelek-mu untuk memperlancar jalan revolusi. Di sana kamu akan menginsyafi bagaimana NYAMANNYA melaksanakan pekerjaan sosial dan berjuang untuk dan dengan massa. Di sana kamu akan merasa SUNYINYA hidup secara individual dalam masyarakat kapitalis.” Itu saya kutip dari salah satu karya terhebat Tan Malaka dalam NAAR DE REPUBLIEK INDONESIA. Karena, memang seperti itulah Ernest merampungkan semua keresahannya sebagai laki-laki keturunan china, sebagai orang yang peduli terhadap bangsa Indonesia, dan itulah pergerakan #ILLUCINATI.
Saya merasa puas bisa menyaksikan penampilannya di #illucinatiBGR. Saya bisa pulang dengan membawa badan yang lemas karena belum bisa melakukan apa-apa terhadap bangsa ini. Malu. Memikirkannya saja tidak. Saya belajar banyak dari Ernest tentang menyikapi suatu kejadian, sekecil apa-pun bisa berakibat buruk bila dibiarkan. Kenyamanannya di panggung adalah bukti kalau Ia pantas menjadi Koh-mandan Stand-up Comedy yang masih seumur bayi di negeri ini.
Dan, seperti biasa, setiap ada kepuasan maka ada saja hal-hal kecil yang menjengkelkan, semacam pertanyaan-pertanyaan yang tidak perlu ada jawaban. Setelah #illucinatiBGR selesai, ada yang menepuk pundak saya, katanya, “Ngapain, sih, capek-capek ngurusin ini (#ILLUCINATI)? twitter lu juga udah di-block sama dia.” Saat itu saya tidak bisa menjawab apa-apa, karena memang tidak perlu saya jawab. Setahu saya, sejak kecil, dari pertama mengenyam pendidikan sampai kuliah yang tak terselesaikan, saya tidak pernah diajarkan untuk tidak berbuat baik. Memang kenapa kalau saya musti putar-puter Bogor cuma untuk menjual tiketnya? Memang kenapa kalau saya bongkar-pasang kursi penonton cuma untuk penontonnya bisa nyaman menontonnya? Saya hanya ingin berbuat baik pada orang yang talah dengan sangat baik berlari, berjuang, dan menjaga cahaya kobaran stand-up comedy yang makin membara di Indonesia. Saat itu saya hanya tersenyum mendengar pertanyaannya. Pertanyaan yang semestinya tidak saya jawab.
Itulah Ernest Prakasa. Dan saya mengaguminya. Untuk semua-muanya di #illucinatiBGR, terimakasih. Sungguh, saya mencintaimu, lebih.
Perpustakaan Teras Baca, 30 Desember 2013