Mengutip dari buku Step by Step Stand-up Comedy – Greg Dean: Melakukan stand-up comedy adalah hal rumit. Ada banyak unsur di dalamnya yang hanya bisa dipelajari dengan cara tampil di atas panggung. Kamu akan menyadari bahwa harus melawan ketakutan-ketakutan pribadi, bersiap untuk hal-hal yang tidak terduga, bereksperimen, berekspresi, dan lain-lain. (Bab 10: Puncak Penampilan)
Puncak penampilan? Eum…, puncak penampilan paling dahsyat adalah ketika bisa mengemas kesempatan menjadi peluang dan kekurangan dijadikannya kekuatan untuk memutar-balikan keadaan.
Dalam setiap pagelaran, banyak hal-hal yang tidak bisa diduga sebelumnya kemudian terjadi. Sekalipun itu sudah direncanakan matang. Butuh ketenangan dan jam terbang. Teori-teori organisasi, buku-buku ‘How To be’ bisa dikesampingkan dulu, asal pagelaran bisa tetap berjalan.
Konyol memang, dalam pertunjukan stand-up comedy yang notabene-nya hanya perlu mic dan pengeras suara malah tetiba mati. Tidak berfungsi.
Bersyukurlah host pada malam itu, #SUNBGR4, dari duo @PanGoblog: Cahyadi dan Lingga. Ketika ada permasalahan yang terjadi, goblog-nya keluar. Mereka bicara sana-sini, membahas mention yang masuk, sampai bercandain penonton yang sedang asyik duduk. Ini soal ketenangan, bukan jam terbang.
Saya pikir, hadiah terbesar untuk para juara #TKP_isatBGR adalah tampil di #SUNBGR4. Bisa perform di show stand-up comedy adalah mimpi kebanyakan para komika- setidaknya sedikit dibawah keinginan setiap komika: masuk TV, jadi artis layar kaca. Jika dilihat, dari keempat penampil jebolan #TKP_isatBGR, tidak ada yang kurang. Semua memuaskan. Wanda, Nizar, Rahmet, dan Bagas pantas berdiri di panggung megah. Jalan yang mereka tempuh tidak instan. Jalur audisi membuat mereka terbiasa mencicipi panasnya panggung dengan penonton yang beragam. Ini soal jam terbang.
Saya tidak ingin berikan banyak berpendapat pada tiga komika lokal, mereka sudah sama seperti tamu undangan, Kemal Palevi. Yang membuat mereka berbeda hanya durasi yang diberikan. Ferry, Ridwan, dan Koide adalah komika senior @StandUpIndo_BGR. Kalau saya boleh sombong, mungkin panggung ini sudah jadi rutinitas. Lihat saja, setiap ada acara apa pun (di Bogor) dan menyelipkan stand-up comedy sebagai hiburan, pasti nama-nama seperti mereka yang muncul. Ini soal senioritas. Makanya sebagai orang baru, bersabarlah sampai kalian punya junior. Itu versi sombong, tapi saya benar-benar mengagumi ketiga komika lokal yang tampil di #SUNBGR4. Dari luar, saya bisa mendengar tawa penonton yang saya asumsikan mereka gila.
Bener, kata Pandji dibukunya, MDB: menyaksikan stand-up secara langsung, bisa beratus kali lipat lucunya daripada lihat di TV atau video di YouTube. Kemal Palevi, ah, dia hebat sekali. Namanya disebut host, penonton teriak histeris. Musik pengiring dibuyikan, penonton teriaknya gak karuan. Lampu dimatikan dan Kemal di panggung, penonton kesurupan. Sial. Dia hebat.
Jujur, beberapa hari sebelum hari-H, ketika saya sedang duduk di sebelah poster #SUNBGR4, ada anak SMA yang datang dan sepintas melirik poster. Lirikan pertama belum terjadi apa-apa, tapi untuk yang kedua kalinya, mereka seperti melihat Kemal Palevi langsung. Teriak-teriak. “BU, KEMAL PALEVI, BU. BELIIN TIKETNYA, BU. IBU. IBU,” ibunya cuma bengong gak tahu-menahu. Saya tidak tahu, ini soal stand-up comedy yang telah berkembang pesat atau kurangnya pengawasan terhadap anak oleh orangtua tentang penggunaan sosial media.
Lebih dari 170 penonton datang. Entah ingin menyaksikan siapa. Yang jelas, penonton pulang membawa seyum yang selalu dikenang. Senyum bahwa besoknya adalah senin.
Empat komika pelajar dari kompetisi #TKP_isatBGR. Tiga komika lokal @StandUpIndo_BGR. Dan, Kemal Palevi sebagai tamu undangan. Mereka semua berhasil mengemas Late Celebration 2nd Anniversarry Stand-up Indo Bogor.